Wednesday, June 29, 2005

MASALAH DAN PROSPEK INVESTASI DI BANTEN

Oleh Ruli A.Mustafa

Penulis warga Banten, pernah menjadi Staf peneliti di ECFIN dan CSIS Jakarta, kini tinggal di Cilegon

Janji Presiden SBY untuk secepatnya menghapuskan berbagai hambatan di bidang investasi, memperbaiki sistem perpajakan dan melanjutkan reformasi bidang hukum merupakan angin segar untuk meningkatkan gairah berinvestasi para invesor dan calon investor di Indonesia. Di daerah daerah yang relatif banyak diminati kalangan investor tentu saja insentif kebijakan tersebut sangat ditunggu-tunggu. Sebab, sudah menjadi rahasia umum bahwa belakangan ini, utamanya sejak krisis ekonomi, tidak sedikit investor yang hengkang dari Indonesia,termasuk Banten dan mencari lahan industri baru di negara-negara berkembang lain semisal Vietnam, India dan Cina karena kurang kondusifnya iklim berinvestasi disini. Era globalisasi dengan penerapan free-trade area, memungkinkan investor mancanegara tidak ragu-ragu melakukan pemindahan investasinya dari satu wilayah ke wilayah lain, selama tidak terjaminnya iklim usaha mereka. Sehingga hanya dengan memberikan kemudahan serta berbagai insentif investasilah yang bisa memberikan keunggulan kompetitif di satu negara atau daerah.

Investasi di Banten
Bergeraknya roda perekonomian daerah juga dipacu oleh maraknya investasi, bahkan investasi memiliki pengganda ekonomi lebih besar ketimbang konsumsi. Oleh karena wajarlah jika dewasa ini pemerintah daerah semakin giat menyiapkan wilayahnya untuk dapat mengundang investor-investor, baik lokal maupun asing guna menanamkan modal jangka panjangnya. Prospek investasi di Propinsi Banten sesungguhnya cukup cerah, paling tidak hal ini terlihat dari semakin meningkatnya minat para investor dari tahun ke tahun. Banten yang ekonominya terus bertumbuh dalam tiga tahun terakhir, yaitu 4,9 % (2001). 5, 16 % (2002) dan 5,73% (2003), Dalam periode Januari-Juni 2004, Banten berada di urutan keempat dari 30 propinsi yang ada untuk PMA dan di urutan kelima untuk PMDN. Dalam Kurun ini juga terdapat 18 perusahaan yang memperluas usahanya. Untuk PMA (penanaman modal asing) sebanyak 10 proyek dengan total investasi sebesar US$ 54,001,690.00 dan Rp. 32.457.120.000, sedangkan PMDN (penanaman modal dalam negeri) sebanyak 8 proyek dengan total investasi sebesar Rp. 99.744.308.500,00. Dalam kurun waktu yang sama, terdapat 10 perusahaan/ nvestor yang telah merealisasikan investasinya dan telah memulai produksi secara komersia antara lain untuk PMA (penanaman modal asing) sebanyak 8 proyek dengan total investasi sebesar US$ 9,783,756.00, sedangkan PMDN (penanaman modal dalam negeri) sebanyak 2 proyek dengan total investasi sebesar Rp. 7.586.962.500,00.Kesemuanya merupakan indikator yang menunjukan kecenderungan positif bagi usaha penanaman modal dan pengembangan usaha di Banten. Berdasarkan data BKPMD Propinsi Banten, pada tahun 2003 rencana investasi PMA terbesar berasal dari Inggris (USD 60,61 juta) kemudian diikuti oleh Korea Selatan (USD 28,29 juta), Cina (USD 12,60 juta) dan Jepang (USD 6,22 juta), sebagian besar rencana investasi PMA ini diarahkan ke sektor industri karet, barang dari karet/ plastik (USD 13,08 juta), industri logam dasar, barang dari logam, mesin dan elektronika (USD11,82 juta) dan industri kimia dasar, barang kimia dan farmasi (USD 11,72 juta). Banten memiliki wilayah yang cukup menjanjikan guna dikembangkan menjadi berbagai sektor industri, khususnya sektor pertanian (agroindustri). Sayangnya sektor pertanian ini kurang diminati, baik oleh investor lokal maupun asing. Tekad Pemda Banten dalam rangka mengurangi kesenjangan pembangunan industri antara Banten Selatan dan Utara, utamanya di sektor pertanian, perlu ditindaklanjuti dan didukung seluruh elemen masyarakat agar terjadi keseimbangan investasi di dua wilayah ini. Tampak dari nilai investasi dan banyaknya proyek industri di Banten, hanya wilayah Tangerang, Serang, Cilegon dan Merak saja yang begitu diminati investor, sementara daerah selatan seperti wilayahLebak, dan Pandeglang masih memerlukan waktu cukup panjang untuk bisa bergerak sejajar dalam arus industrialisasi. Selain dari negara-negara industri maju, sesungguhnya Banten punya potensi untuk menarik investor asing dari negara-negara jiran (Malaysia, Brunai Darussalam) di Asia Tenggara dan juga dari negara-negara Islam di Timur-Tengah seperti Kuwait, Uni Emirat Arab, Yordania dan lain-lain. Apalagi Banten sebagaimana halnya Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam, majoritas penduduknya adalah muslim, sehingga lobby-lobby melalui organisasi OKI dan road-show kepada para calon investor disana sangat boleh jadi mampu menaikkan citra Banten sebagai daerah yang potensial untuk berinvestasi, khususnya dalam agroindustri dan bahan galian di Banten selatan yang masih perlu pengembangan lebih lanjut.

Iklim Yang Kondusif
Hal yang paling utama dalam rangka menaikkan investasi, baik asing maupun domestik di propinsi ini tentu saja tidak cukup dengan menciptakan iklim usaha yang kondusif dalam tataran normatif. Aspek aspek yang berkaitan dengan kepastian hukum, regulasi yang tidak tumpang tindih serta stabilitas keamanan merupakan hal yang paling diinginkan para investor, khususnya investor asing. Sebab tidak jarang banyak keluhan yang dikemukakan para investor tersebut adalah bahwa berbagai peraturan pusat dan daerah di bidang investasi hanya sampai tataran normatif belaka, dalam realisasinya masih timbul berbagai persoalan birokrasi yang membelit, sehingga menimbulkan ekonomi biaya tinggi (high-cost economy). Sulitnya memberantas pelbagai pungutan ini tidak terlepas dari kurangnya pengawasan aparat terkait dalam setiap tahap menuju realisasi proyek hingga kontinuitasnya dan juga perilaku korup dari sejumlah oknum aparat, baik di tingkat pusat dan daerah.
Pemotongan prosedur birokrasi tentu saja akan mengundang daya tarik bagi investor untuk menanamkan modalnya khususnya di wilayah Banten. Konsep percepatan investasi melalui penggantian proses perizinan menjadi registrasi yang ditawarkan Pemerintahan SBY-Kalla hanya merupakan salahsatu solusi saja dari upaya meningkatkan arus investasi, baik asing maupun domestik. Masih banyak hal yang sesungguhnya perlu dibenahi, khususnya kesiapan infrastruktur di daerah, serta koodinasi diantara pemerintahan pusat dan daerah, sehingga investor tidak lagi dibuat bingung dengan overlapping kebijakan dan munculnya berbagai pungutan yang akan menjadi beban signifikan dalam biaya produksi. Perlu pula dibenahi sistem perpajakan untuk investasi, insentif perpajakan investasi daerah juga perlu dilakukan untuk menarik minat investor tersebut. Intinya adalah penting memonitor faktor kelembagaan dalam menangani calon investor. Kelembagaan ini menyangkut pelayanan, kebijakan pemerintah daerah dan kepastian hukum. Apakah suatu perda itu business friendly, kualitas pelayanan baik, ada penegakan hukum, merupakan faktor penentu daya tarik investasi. Peraturan yang tumpang tindih, panjangnya rantai birokrasi, pungutan liar, merupakan beban yang besar bagi pengusaha. Dari sisi peraturan yang diterbitkan pemda, tak jarang tumpang tindih dengan peraturan pusat. Karena itu, suatu daerah yang potensi alamnya sangat melimpah sangat mungkin tidak menarik bagi pelaku usaha. Kondisi perburuhan yang kurang mendukung menjadi persoalan lain yang banyak dikeluhkan kalangan investor asing. Namun dalam memberikan izin investasi, hendaknya pemerintah, khususnya pemerintah daerah perlu lebih mengedepankan aspek-aspek yang berkaitan dengan hak-hak pekerja. Pemerintah di daerah utamanya, harus punya posisi tawar (bargaining position) yang kuat terhadap para industriawan/investor khususnya asing , sehingga pekerja wajib diperlakukan sebagai assets, bukan hanya sekedar sumberdaya, sehingga pekerja wajib dipelihara dan dikembangkan menjadi produktif dalam menjamin kelangsungan usaha. Disatu pihak dibuat kemudahan dalam berinvestasi sehingga tercipta iklim yang kondusif, namun di pihak lain kesejahteraan pekerja harus ditingkatkan. Hal lain yang perlu difikirkan selain penyediaan infrastruktur seperti akses transportasi, listrik dan telekomunikasi, adalah faktor keamanan wilayah, utamanya tingkat kewaspadaan dan pengamanan dari kemungkinan bencana alam. Pasca bencana Tsunami Aceh, maka daerah seperti Banten selatan, yang konon agak rentan dengan bencana gempa bumi, perlu disiapkan koordinasi penanggulangan bencana yang lebih profesional,dengan meningkatkan kinerja teknis & aparat BMG daerah, kalau mungkin secepatnya diterapkan teknologi simtim peringatan dini ( early-warning system ) seperti di Jepang, sehingga kondisi darurat (force-majeur) semacam ini bisa cepat diantisipasi, paling tidak diminimalisir dampaknya, sehingga mampu lebih meyakinkan para calon investor untuk tidak ragu-ragu berinvestasi di wilayah yang menjanjikan ini.

No comments: